Tahun Baru-ku



Suara kembang api meletup-letup di luar sana. Suaranya yang besar dan berisik tetap terasa sangat jauh bagiku. Faktanya, di tahun baru 2013 ini, lagi, aku hanya menghabiskan waktuku di depan laptop. Setelah enam jam lalu untuk kesekian kalinya menginjak bumi yogyakarta, sekembalinya dari rumah sakit tempat eyang kakung dirawat. Fakta kedua, diluar hujan. Dan itu cukup untuk menghentikan seluruh rencana-kegiatan-tahun-baru-an kami.

Bahkan di rumah tak ada makanan dan kami terpaksa hanya merebus telur dan memakannya dengan saus tomat. Cukup mengganjal perut yang sebenarnya tidak begitu terasa lapar.

Lagi, kembang api berbunyi tanpa sekali pun menarik minatku untuk menengoknya lewat jendela. Hujan masih turun. Dan aku tetap bingung bagaimana bisa kembang api bisa menyala di tengah guyuran air hujan yang merintik sejak maghrib tadi?

Lagipula, sesungguhnya aku tidak mengerti esensi dari perayaan tahun baru ini. Waktu terus berjalan. Pergantian tahun tak ayal hanya sebuah perhitungan mundur dari sepuluh detik menuju pergantian hari. Dan itu bisa kautemui setiap hari. Okelah ini memang berbeda. Satu januari kembali hadir setelah sebelas bulan tiga puluh hari terakhir bertmu dengannya.

Tetapi tahun baru tidak lantas membuatmu menjadi baru. Tahun baru tidak membuatku menjadi tidak cupu lagi kalau memang bukan aku sendiri yang merubah diriku menjadi tidak cupu.

Tetap saja –tahun baru bukan berarti model rambut baru mode riasan wajah baru—yang akan membuatmu menjadi berubah kalau bukan dirimu sendiri yang merubahnya. Untuk apa merayakannya kalau tetap tidak bisa membuat dirimu lebih maju?

Seperti mengejekku, kembang api kembali bersuara semakin riuh. Seperti menantang argumenku tadi tentang ‘tahun baru yang akan menjadi biasa-biasa saja tanpa perubahan diri’.

Menurutku tahun baru ialah berpikir maju dan melihat peluang. Lalu bergerak. Bukan hanya sekadar bermain dan kongkow bareng kerabat. Menyalakan kembang api sambil berlonjak mendengan lagu Firework.
Tahun baru tidak lantas membuatku bahagia, karena sama seperti ulang tahun, tahun baru hanya mengingatkanku akan waktu yang kian sempit menuju akhir. Dan juga mengingatkanku betapa tuanya jagad raya. Dan betapa lelahnya ia.

Dua puluh tiga lewat lima puluh menit. See? Sepuluh menit bukanlah waktu yang lama. Sepuluh menit menuju tahun 2013 dan aku semakin takut menyambut datangnya satu januari. Namun takut bukan solusi, hanya membebani. Kalau aku bisa merasa takut. Seharusnya aku bisa membuat diriku menghindari rasa takut itu, seperti penderita dendrophobia yang selalu menghindari objek ketakutannya.

Hebat, sekarang hujan berhenti menari. Menghilangkan salah satu instrumen alami yang kuamati dengan telinga telanjang sejak tadi. Menghilangkan satu unsur yang berusaha kupilah. Kembang apinya semakin mengamuk. Gelombang suaranya menggema di langit dan mampir ke gendang telingaku. Menghadirkan bunyi ccyyyuuu dhueer pretek pretek yang tak asing.

Satu lagi kesempatan yang Tuhan berikan untuk kunikmati. Suara ciu pretek-pretek khas tahun baru dan tahun baru 2013 yang meskipun kutakuti, akan menjadi luar biasa nanti. Aku yakin.
Dan kini satu januari 2013 datang. Waktunya membawa diri ke perubahan. Waktunya bagi diriku sendiri untuk menengok ke diriku sendiri dan bertanya siap kan, Fik? Bismillah.

Awkay, that’s all. Happy new year.. J 2013 coming.   



Jika ada yang bertanya apa aku menulis seperti ini hanya karena aku tidak bisa mendapatkan pesta tahun baruku seperti orang lain? Apa efek nganggur di rumah dan perasaan nggerus membuatku menulis seperti ini? dont know lah. Yang jelas hal ini yang terlintas di pikiranku.

fia jalan jalan~

pergantian semester di tahun keduaku belajar di SMA Negeri 3 Yogyakarta, aku bersama teman-teman seangkatan -Padmanaba 69- mengadakan karya wisata asyik menarik ke Bromo-Malang, Jawa Timur. Gimana tidak asyik menarik? Dari yang menakjubkan --ditimang-timang di jeep jam 3 pagi-- sampai yang bikin kenyang --petik apel lalu makan sepuasnya di selecta-- ada semua.

Perjalanan kami selama empat hari tiga malam, sama sekali tidak terasa. Tiba-tiba aja udah harus pulang. Pengalaman yang nggak tau gimana(?) Nggak tau gimana saking campur aduknya.

Kami memang tidak mendapatkan sunrise indah dari puncak penanjakan karena tebalnya kabut dan suhu udara yang mencapai 4 derajat celcius (kata bapak supir jeep, itu udah termasuk hangat karena musim hujan). Kami hanya melihat matahari mengintip dari sesela awan di langit timur yang kadang hilang tertelan sekumpulan awan tebal lainnya. Namun itu sudah cukup indah untuk menunjukkan kepada kami kuasa-Nya yang begitu agung.

di puncak penanjakan, sambil melihat sunrise yang perlahan mengintip lalu merekah menyebarkan sebercak merah-oranye di langit jawa timur, kami memeluk diri masing-masing dingin buanget gilaaaaak. yang membuat ku tersinggung lalu menggigit jari, banyak bule-bule yang mengalungkan kamera di lehernya, merasa cukup dengan memakai t-shirt tipis dan celana pendek selutut. itu sungguh membuatku merasa alay dan lebay karena memakai sarung tangan, syal, topi, kaos kaki, sepatu, dan jaket super tebal milik mama.

aku dan segala kealayanku -padang pasir menuju kawah batok-

Perlahan, aku menoel lengan temanku dan mengatakan ketersinggunganku pada si bule. Temanku hanya tertawa.

Setelah menyaksikan sunrise dari Puncak Penanjakan, jeep kami turun ke padang pasir mesir, kali yang menyajikan keindahan alam tak kalah indahnya. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya pasir, Gunung Batok, dan bangunan Pure di kejauhan. masyarakat beragama Hindu memang terbilang banyak di kawasan ini. Oh ya, dan kuda-kuda gagah yang siap mengantar ke atas untuk melihat ke dalam kawah Gunung Batok.

temanku yang tangguh dan pemberani *colek lia* mengajak untuk berjalan menaiki badan gunung yang berpasir (sejauh 3 km ke atas) untuk menyaksikan keagungan Tuhan yang lain --kawah gunung yang mengepul2 asapnya. cukup lama kegalauanku untuk memutuskan apakah aku mau naik ke kawah gunung.

sayang kali, udah sampe sini gak liat kawahnya... dan perkataan temanku itu seratus persen benar. setelah numpang foto-foto di jeep yang membawa kami ke padang pasir dari tempat pemberhentian bus, dengan semangat dan doa aku dan dua orang temanku memulai perjalanan panjang kami yang berat dan menghabiskan energi lewat makanan yang telah kusimpan 5 hari terakhir *alay buanget gelak*

aku  dan jeep yang mengaduk2 perut sekaligus menimang-nimang dan mengantarkan ketiduran kami di perjalanan(?)

Kami memutuskan untuk menjadi manusia tangguh dengan tidak menghiraukan kuda-kuda yang lalu lalang. Memutuskan untuk menjadi manusia kuat dengan berjalan melewati rintangan dan kemiringan tanah yang mencapai 90 derajat *mustahil* ke kawah gunung.

Belum sepertiga jalan, kami --maaf, aku-- sudah menuntut istirahat dan berhenti sejenak untuk sekadar menarik nafas. Udara yang dingin setengah mati membuat hidungku bolong dan udara langsung masuk ke paru-paru tanpa dapat tersaring sempurna. Aku menalikan syal di depan hidungku sebagai masker untuk menghindari hidungku yang semakin bolong(?).  

tinggal sedikiiit lagi untuk sampai di kawah gunung -menaiki tangga dan aku akan sampai di kawah gunung- tapi dengan bodohnya aku dan salah seorang temanku memutuskan untuk menyerah. kami duduk dan memandangi sekian kilo yang sudah kami tempuh untuk mencapai tempat ini. memandangi luasnya padang pasir dari ketinggian. tak lama, kami memutuskan kembali ke jeep. karena lelah yang teramat sangat dan tenggorokan yang mulai kering sedangkan air minum terpisah berkilo-kilo dari kami, kami memutuskan untuk naik kuda :D

Yang kumaksud kami adalah aku dan Mega, si tangguh Lia tetap melanjutkan perjalanan ke kawah.

Jadilah Fia naik kuda, meskipun merasa kasian dengan si kuda, aku lebih lagi merasa kasihan dengan si bapak yang menawarkan jasa kuda. Badannya renta, tua, dan wajahnya letih, seletih kudanya. Dan ketika di perjalanan kami mengobrol sedikit, aku mendapatkan informasi bahwa kuda-kuda yang semua jantan itu bukan miliknya, ia cuma menyewa dan harus menyerahkan setoran ke sang juragan. Olala, semangat ya, bapak!

beberapa meter dari jeep kami, tiba-tiba si bapak menghentikan laju kudanya, lalu menawarkan, "mau foto sama kuda, Mbak?"

"Oh, boleh, Pak. tapi mungkin di sana saja, minta tolong teman saya buat motoin.." kataku sambil menunjuk ke arah jeep dan tak banyak temanku yang berkumpul di sana.

"Saya fotokan aja ndak papa kok"

alhasil, si bapak mengambilkan tiga buah foto aku bersama kuda dengan latar belakang keindahan gunung~
terima kasih bapak ^.^

aku bersama kuda :D


Setelah membayar ongkos perjalanan sebesar Rp50.000,00 si bapak bersama kudanya pergi meninggalkan jeep kami. Mega turun tak jauh dari tempatku dan mengeluh tentang betapa takutnya ia mengendarai kudanya tadi.



Cari di sini~

 

Labels

gak jelas (34) galeri (27) ayo jadi lebih baik (16) boleh tau (16) jatuh (12) sekolah (9) korea (7) resensi (4) super junior (4) lyrics (3) indonesia (2) twilight (2) drama (1) eunhyuk (1) exo (1) jalanjalan (1)

Proud to be

Proud to be
Padmanaba

music? play~

Bittersweet Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger