Aku sedang berkutat di depan laptop. Mengamati layarnya yang berpendar menyakitkan mata, memandangi deretan sushi yang harus kususun. Tentu saja, bermain
games.
Deretan sushi dan pesanan pelanggan semakin menumpuk, sementara waktu terus berjalan. Tidak biasanya bermain games seaneh ini. Menyebalkan, menang kalah rasanya tetap menyebalkan. Lalu aku sadar, aku sedang tidak bermain games. Aku sedang menghindar. Bukan menghindar untuk tidak kalah
lagi dalam permainan ini, tapi menghindari perasaan aneh yang tidak diragukan lagi, bakalan dateng.
Dunia lain. Jujur, belum siap untuk masuk ke dalamnya. Dunia yang sama sekali tidak ku kenal. Asing. Aneh. Menyakitkan. Dan itu salah satu yang kuhindari. Orang bilang sih, dunianya remaja. Menyenangkan? Sama sekali enggak!
Aku nggak percaya dan nggak ingin percaya. Bahwa aku... Bukan apa-apa sebenarnya. Masalah klasik khas anak SMA. Kalau kubilang, bahkan ini bukan masalah karena belum dimulai. Ini bukan menjadi masalah,
belum. Tapi dalam prosesnya saja kurasakan ini sudah menjadi masalah, bagaimana nanti? Repot pasti..
Ini tidak seperti yang kurasakan dulu. Tidak seperti saat si anak ayam yang sok tahu dan tak punya malu dulu. Ini berbeda. Aku mengenal
dia. Dan aku tidak menyangka akan merasakan ini pada orang yang salah.
Dia. Ini salah. Rasanya seperti berbuat dosa, karena aku tidak ingin merasakan ini padanya. Ya,
aku tidak ingin.
Tapi lagi-lagi, seperti yang orang bilang, semua berlalu seiring berjalannya waktu, seiring rasa terbiasa.
Tolong, bantu aku menyadari, rasa apa ini sebenarnya. Pahit manis di saat yang sama.
Tunggu. Biarkan aku menarik nafas.
Aku sadar, perasaan aneh ini muncul hampir seminggu lalu, rasanya jadi selalu ingin bertemu. Dan aku memaksa diriku sendiri untuk berfikir bahwa aku salah. Aku memaksakan diriku berkata ini tidak boleh, ini semua nggak waras. Aneh. Itu yang membuatku sakit. Dan ketika aku memutuskan untuk melihat lagi, siapa
dia sebenarnya. Bagaimana dia dulu...
aku menyesal.
Ini lah akibatnya jika aku mengingkari janjiku pada diriku sendiri untuk menghindar, aku menyesal.
setelah menghindar, aku ingkar, dan kini menyesal.
Aku menyesal sudah mencari tahu tentang dia. Tau nggak sih? Rasanya pahit banget. Kopi papa jauh lebih manis daripada perasaan aneh ini.
Hm, aku nggak berharap banyak sih. Lagian siapa Fia? Si aneh, si jelek, si menjijikkan. Aku nggak pede? nggak mencintai diriku sendiri? ya, memang!
Doaku nggak muluk-muluk, doaku bukan supaya dia tahu perasaanku, bukan supaya dia ngerti bagaimana aku, bukan supaya dia membalas perasaanku, tapi supaya perasaanku cepat musnah. Dan semoga diriku sendiri bisa dengan mudah menjadikan semua ini mimpi, kenangan, cerita masa lalu.
Apa perlu diamini? tentu saja!
Amin!!