[resensi] The God of Small Things - Yang Maha Kecil



The God of Small Things by Arundhati Roy, bercerita tentang negara komunis Kerala, India dan cinta terlarang antara dua kasta, yang mengubah kehidupan setiap orang. The God of Small Things adalah novel pertama Arundhati Roy, pemenang Booker Prize pada tahun 1997.  Sebuah kisah cinta menarik yang terjadi di negara komunis bagian Kerala, India dan diceritakan melalui mata “”two-egg twins” Estha dan Rahel. Ibu mereka baru saja bercerai, Ammu, membawa pulang anak-anaknya ke desa Ayemenem di Kerala dimana dia tidak disambut hangat oleh keluarganya. Estha dan Rahel belajar dengan cepat bahwa “hal-hal dapat berubah dalam satu hari” dan bahwa “apa pun bisa terjadi pada siapa saja.”
Novel ini mendapatkan tanggapan dan kritik yang beragam. Menurut Melani Budianta, “yang membuat novel ini disanjung para kritikus adalah strukturnya yang sangat rumit dan apik, gaya bahasa yang liris, sarat simile dan metafor, alusi dan permainan kata yang lincah, penuh humor sekaligus menggigit (dari The God of Small Things – Yang Maha Kecil, YOI, 2002). Tetapi tak sedikit yang mengecamnya dan menyatakan bahwa novel ini adalah “buku sampah yang tak layak untuk dibaca.”
Suzanna Arundhati Roy lahir pada 24 November 1961 di Kerala, Bengali, putra dari pasangan Hindu dan Kristen. Tetapi Roy tak bisa banyak bicara tentang ayahnya karena “aku tak mengenalnya sama sekali. Aku hanya melihatnya beberapa kali saja.” Arundhati Roy menghabiskan masa kecilnya di Aymanam. Di sana, sang ibu, Mary Roy, mengelola sekolah yang diberi nama Corpus Christi tempat Arundhati Roy mengembangkan kemampuan sastra dan intelektualnya tanpa dibatasi oleh aturan-aturan pendidikan formal. Roy sempat meninggalkan rumahnya pada usia 16 dan mencari nafkah dengan menjual botol bir kosong dan tinggal di kawasan kumuh. Roy masuk ke Delhi School of Architecture dan menikah dengan Gerard Da Cunha, temannya kuliahnya, tetapi hanya bertahan empat tahun. Dia kemudian bekerja di National Institute of Urban Affairs. Dia pulang-pergi kerja naik sepeda yang dia sewa 2 Rupee per harinya. Ketika sutradara film Pradeep Krishen melihatnya mengayuh sepeda di jalanan, dia menawarinya peran kecil dalam Massey Saab, dan Roy menerimanya. Roy juga menerima beasiswa ke Italia untuk mempelajari restorasi monumen selama delapan bulan. Di Italia inilah dia mulai menyadari bakatnya sebagai penulis Roy bekerjasama dengan Krishen (yang kemudian menjadi suaminya) merancang 26 episode epik televisi untuk Doordarshan dengan judul The Banyan Three; sayangnya serial ini hanya berlangsung empat episode. Pada 1992 Roy menulis naskah Electric Moonuntuk Channel 4, tetapi tak sukses. Tulisan berikutnya menimbulkan kontroversi karena dia mengecam film terkenal, “Bandit Queen,” kisah nyata tentang Phoolan Devi, yang disutradarai oleh Shekar Kapur. Arundhati Roy menuduh film itu mengeksploitasi sosok Phoolan Devi dengan cara vulgar. Kasus itu sampai ke pengadilan. Setelah kehebohan ini Arundhati Roy menarik diri ke kehidupan pribadi untuk menulis, dan akhirnya lahirlah The God of Small Things (1997).
Ketika ditanya tentang buku itu, Roy mengatakan,“Buku itu adalah buku yang sangat sedih, dan kadang kesedihannya tetap bersama diriku. Aku membutuhkan waktu lima tahun untuk menulisnya… banyak orang bertanya apakah buku ini otobiografi? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab sebab kupikir semua fiksi tidak lahir dari pengalaman anda, tetapi juga dari percampuran imajinasi dengan pengalaman anda. Yang nyata dalam buku itu adalah tekstur emosional dan perasaannya.”
“Buku itu adalah buku yang sangat sedih, dan kadang kesedihannya tetap bersama diriku. Aku membutuhkan waktu lima tahun untuk menulisnya… banyak orang bertanya apakah buku ini otobiografi? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab sebab kupikir semua fiksi tidak lahir dari pengalaman anda, tetapi juga dari percampuran imajinasi dengan pengalaman anda. Yang nyata dalam buku itu adalah tekstur emosional dan perasaannya.”
The God of Small Things disajikan dengan alur melingkar, diawali dengan cerita kilas balik 23 tahun setelah kejadian utama berlalu, melalui penuturan orang ketiga. Bab demi bab berselang-seling antara dua titik waktu yang dipisahkan selama 23 tahun tersebut. Secara bergantian yang dipakai adalah perspektif Rahel dewasa dan Rahel kecil. Dalam pengungkapannya Roy menggunakan bahasa dan unsur lokal yang sering tampil seperti main-main, misalnya dengan penggunaan huruf-huruf besar di luar aturan tata bahasa Inggris, permainan bunyi, penciptaan gabungan kata sifat yang tak lazim dan sebagainya. Bagi Arundhati Roy, “Bahasa adalah sesuatu yang sangat refleksif bagiku. Aku tak tahu aturan-aturannya, jadi aku tak tahu apakah aku telah melanggar aturan-aturan itu.”
Kutipan di dibawah ini adalah salah satu bagian paling mengesankan buat saya ketika membaca novel peraih Booker Prize tahun 1997 tersebut. Saya mendapat gambaran bahwa manusia bisa sampai pada titik yang demikian memprihatinkan dalam hal menghinakan manusia lainnya. Saya terkesan dalam ranah keheranan yang bahkan tidak bisa saya pahami:
Semasa kecil, Velutha selalu datang bersama Vellya Paapen ke Rumah Ayamenem melalui pintu belakang untuk mengirim buah-buah kelapa yang mereka petik di halaman. Pappachi tidak akan mengizinkan ayah dan anak itu masuk rumah. Tak seorang pun mengizinkan. Mereka tidak diperkenankan menyentuh segala sesuatu yang disentuh kaum Touchable. Kasta Hindu dan Kasta Kristiani. Kepada Estha dan Rahel, Mammachi pernah berkata ia ingat suatu waktu semasa gadisnya, ketika kaum Paravan diminta merangkak mundur memegang sapu untuk membersihkan tapak kaki mereka sehingga kasta Brahma dan Kristen Siria tidak perlu harus mengotorkan diri dengan menginjak bekas kaki Paravan. Pada masa Mammachi, kaum Paravan, seperti juga kaum Untouchable lainnya, tidak diperkenankan berjalan di jalanan umum. Mereka dilarang menutupi bagian atas tubuhnya dan tidak diperkenankan membawa payung. Mereka diwajibkan menutup mulut dengan tangan ketika sedang bicara untuk mengenyahkan polusi nafas mereka dari lawan bicara [Dikutip -dengan sejumlah koreksi tanda baca- dari The God of Small Things: Yang Maha Kecil karya Arundhati Roy, diterjemahkan oleh A. Rahartati Bambang Haryo]
GOD of small things


repost from: rosesmerah.com

¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Cari di sini~

 

Labels

gak jelas (34) galeri (27) ayo jadi lebih baik (16) boleh tau (16) jatuh (12) sekolah (9) korea (7) resensi (4) super junior (4) lyrics (3) indonesia (2) twilight (2) drama (1) eunhyuk (1) exo (1) jalanjalan (1)

Proud to be

Proud to be
Padmanaba

music? play~

Bittersweet Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger